SERANG, postserang.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten menuntut Irvan Santoso, Mantan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat (Biro Kesra) Provinsi Banten, pidana penjara selama 6,5 tahun penjara. Tuntutan itu dibacakan di Pengadilan Tipikor Serang, Selasa (4/1/2022).
Menurut JPU Kejati Banten, Irvan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dana hibah pondok pesantren (ponpes) tahun 2018 dan 2020 senilai lebih dari Rp183 miliar.
“Menuntut pidana terhadap terdakwa Irvan Santoso dengan pidana penjara selama enam tahun dan enam bulan dikurangkan selama terdakwa berada di dalam tahanan,” kata M. Yusuf Putra, JPU Kejati Banten membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor Serang, seperti dilansir Radar Banten, Selasa (4/1/2022).
Selain pidana penjara 6 tahun dan enam bulan, Irvan juga dituntut pidana denda sebesar Rp1 miliar subsider 4 bulan kurungan.
JPU juga menuntut Toton Suriawinata, mantan Kepala Bagian Sosial dan Agama pada Biro Kesra Provinsi Banten dengan tuntutan yang sama. Menurut JPU, keduanya layak diberikan tuntutan hukuman karena perbuatan mereka telah merugikan negara lebih dari Rp 70 miliar.
Karena dari fakta persidangan bahwa kedua terdakwa tidak menikmati uang hasil korupsi itu, maka JPU membebaskan keduanya dari uang pengganti atas kerugian negara.
“Perbuatan keduanya telah menyebabkan timbulnya kerugian keuangan negara,” kata Yusuf.
JPU berpendapat, perbuatan Irvan dan Toton telah memenuhi unsur dalam dakwaan subside, yakni, pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Slamet Widodo, JPU menuntut lebih ringan 3 terdakwa lain, yaitu pimpinan salah satu ponpes di Pandeglang, Epieh Saepudin dengan tuntutan pidana penjara 2 tahun enam bulan dan denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan penjara dan uang pengganti Rp 120 juta.
“Penyerahan uang Rp120 juta ke ponpes dianggap sebagai pembayaran uang pengganti,” kata Yusuf.
Pimpinan ponpes Darul Hikmah Pandeglang, Tb Asep Subhi juga dituntut 2 tahun enam bulan penjara dan dibebankan uang pengganti Rp 91 juta.
Yang lainnya, Agus Gunawan mantan Tenaga Harian Lepas (THL) Pemprov Bantenoleh JPU diganjar uang pengganti sebesar Rp 8 juta. Karena uang pengganti tersebut telah dikembalikan Agus Gunawan, maka ia dibebaskan dari pidana tambahan.
“Pengembalian uang oleh terdakwa, diperhitungkan sebagai pembayaran uang pengganti,” ungkapnya.
JPU menilai alokasi hibah untuk ponpes menyalahi aturan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Untuk alokasi hibah 2018 terdapat kesalahan dimana Forum Silaturahim Pondok Pesantren (FSPP) Banten mendapat kucuran Rp 3,8 miliar. Karena FSPP bukan termasuk ponpes, seharusnya tidak mendapatkan dana hibah.
“Seharusnya, proposal pencairan dari FSPP tidak dapat diberikan rekomendasi persetujuan pencairan dana hibah karena FSPP Banten adalah organisasi kemasyarakatan dan bukan pondok pesantren sebagai lembaga yang berhak menerima bantuan hibah dari APBD Provinsi Banten tahun anggaran 2018,” jelasnya.
Disebutkan juga, bahwa FSPP Banten menerima total dana hibah Rp 3,840 miliar. Dana hibah tersebut digunakan untuk operasional. Namun dalam penggunaannya, FSPP Banten tidak membuat laporan pertanggungjawaban yang lengkap.
“Tidak ada bukti laporan pertanggungjawaban yang lengkap dan sah atas bukti transfer dan bukti penggunaan dana sesuai peraturan perundang-undangan,” tuturnya.
Oleh karena tidak ada bukti laporan pertanggungjawaban yang lengkap, JPU berpendapat dana hibah Rp 3,840 miliar menjadi kerugian keuangan negara.
“Kerugian atas bantuan operasional tidak sesuai peruntukan dan bantuan program kegiatan FSPP tidak ada bukti laporan pertanggungjawaban yang lengkap dan sah. Kerugian negara Rp3,840 miliar,” ungkapnya.
Atas surat tuntutan tersebut, kuasa hukum para terdakwa menyatakan akan mengajukan pembelaan.
“Kami mengajukan pembelaan karena kita tahu dari surat dakwaan sampai dengan tuntutan, Biro Kesra ini dikorbankan dan dikambinghitamkan dalam perkara ini. Dalam fakta sidang kita tahu siapa yang saja yang harus dimintai pertanggungjawaban tetapi tidak disebutkan dalam dakwaan dan tuntutan,”kata Alloys Ferdinan, kuasa hokum Irvan Santoso. (Joe/rb)